Sabtu, 19 Februari 2011

that bad news...

  
Sudah 2 minggu ini saya menjalani blok abstrak. Kami selalu menyebut blok non klinis sebagai Abstrak!. Yeah blok kedokteran keluarga. Jujur terus terang, sebenernya blok ini cukup diringkas menjadi satu kalimat. Intinya sebagai seorang dokter, nantinya kita harus merawat pasien secara holistic komprehensif dan berkesinambungan serta tanpa mengesampingkan peran keluarga di dalamnya. Udah titik.

Meskipun sepertinya sulit diwujudkan dalam system yang ada di Indonesia saat ini *entah pas saya udah jadi dokter*, namun saya yakin ilmu blok ini akan bermanfaat ke depannya. Saya hanya merasa ga perlu panjang dan bertele-tele seperti ini.bayangkan saja satu kalimat itu dibikin kuliah sepanjang 1,5 bulan dan bernilai 5 SKS L

Okey. Sekarang saya ingin berbagi pengalaman.  Setidaknya berusaha menerapkan kuliah kuliah yang agak ‘teoritis’ sekali bagi saya *dan teman sejawat pastinya* dalam kehidupan sehari-hari. Berhubung saya ini masih mahasiswa kedokteran statusnya not yet alias belum jadi dokter *masih ngutang pendidikan profesi 1,5 taon jg kali* jadi ya ini pengalaman saya menjadi keluarganya si pasien.Dan semoga dari pengalaman saya ini, yang sempat membaca postingan saya ini bisa tau betapa pentingnya perawatan holistic komprehensif dan berkesinambungan itu.

Beberapa waktu yang lalu, mamah saya divonis diabetes mellitus (kencing manis) karena GDS (Glukosa darah sewaktu) : 260 mg/dL. Dengan gejala klinis yang sama, yaitu turunnya berat badan *turun 10 kg* tanpa sebab yang jelas, dan merasa mudah lelah, meskipun belum ada satu pun trias DM yang muncul.

Dan lucunya mamah saya, periksa GDS itu bukan atas saran saya, tapi saran masyarakat luas. Ckckck canggihnya masyarakat jaman sekarang, lebih pintar dari saya *waduh*. Yah mungkin karena keterbatasan, saya Cuma punya clue turun BB secara cepat dan mudah lelah. Tanpa pemeriksaan fisik. Itu kan bisa macem macem!! *ah ngeles*.  Pikiran pun macem-macem, dari mulai yang teringan alias psikosomatik sampe kanker L

Baiklah kalo begitu. Hmm kami sebenernya punya dokter yang bisa jugalah disebut dokter keluarga *maksudnya ya apa apa ke dokter itu aja dulu, baru ke dokter spesialis J*, tapi mungkin pas dulu beliau kuliah belum ada ni kuliah macam kita “kedokteran keluarga” hahaha jadi ya sekalinya breaking bad news ya udah ga dilanjutin macam holistic komprehensif dan berkesinambungan.

Wah bener-bener deh yang namanya dapet berita buruk itu rasanya campur-campur. Aseli!. Ga ada bandingannya sama refleksi perasaan, refleksi isi, empati  dan kawan-kawannya itu pas kita diajari breaking bad news. Bener-bener rasanya hancur berkeping-keping .

Sebelum saya tau berita buruk ini, mamah udah nangis dua hari dua malam dan berusaha menyembunyikannya dari saya.  Tiba-tiba telepon *eh ga tiba-tiba juga deng*, terus baru ngucapin salam ehhh mewek dah ah belum ngomong. Haduh…  warning sign ni, mesti ada apa-apanya L

Apalagi buat saya yang dari kemaren mikir jangan jangan kanker haduuuh >,<. Bener-bener orang semakin ada ilmunya semakin takut.makanya kita umat muslim mesti banyak ilmunya, biar semakin takut sama siksa api neraka *ceile mahasiswa UMY haha*

Malam itu Cuma denger isakkan tangis mamah aja, sambil terbata-bata “huhuhu nak mamah kena diabetes, gimana ini nak? Mamah ga akan mati kan ya? Kaya orang-orang yang kena DM dan pernah mamah tengokin? “
Wasah jederrrr, perasaan saya campur aduk. Ada lega ada setres juga. Lega itu bukan kanker. Tapi DM is so great too L

Baiklah dengan pengalaman seadanya, saya coba menenangkan mamah saya sebisanya tapi tidak juga memberikan harapan yang berlebihan. Intinya DM itu ga bisa sembuh, tapi bisa dikontrol, dan ga bakalan menimbulkan kematian jika dikontrol dengan baik. Yah seenggaknya saya berhasil meyakinkannya saat itu, meski ilmu koreksi ECM baru saya dapatkan di blok ini.

Setelah ditelusuri, tegaknya diagnosis DM ini baru melalui GDS padahal ada segambreng pemeriksaan lain yang lebih spesifik. Tapi terapi awal memang lebih cepat menunjukan diagnosis kita itu benar atau salah.  Jadi ceritanya mamah dikasih obat hipoglikemik oral (OHO), lalu di lihat perkembangannya.

Nah, permasalahan enggak cukup sampe di situ saja…

Setelah telepon dari mamah ni, sms pun mulai berdatangan. Saya yang notabene mahasiswa kedokteran tingkat tiga dari kalangan bukan keluarga dokter pula, dianggap dewa L.

Ternyata ECM itu ga cukup datang dari pasien, tapi keluarganya lebih dahsyat jauh lebih dahsyat. Semuanya perlu saya koreksi dan saya tenangkan. Papah, si uwit, si ubay, mamas pun sms saya. Dan mulai saat itu pun saya sibuk. Sibuk mencarikan takaran makanan yang pas, sibuk menenangkan mereka, sibuk membuat list untuk apa-apa saja yang mesti dilakukan, sibuk mengedukasi, sibuk meyakinkan bahwa diagnosis kerja ini perlu di cari kejelasannya lebih lanjut. Ditambah setiap hari mamah telepon berderai air mata karena bingung mau makan apa, atau efek OHO yang katanya rasanya nauzubillah di kepala. Dan tentunya sibuk menenangkan diri saya.

Akhirnya setelah OHO habis, dan puasa minum obat itu beberapa hari. Saya anjurkan mamah untuk periksa ke dokter lain yang merujuk ke salah satu laboratorium. Haha bukan tidak percaya pada diagnosis kerja dokter kami, namun pasien juga berhak untuk second opinion.
Dari awal saya ikuti, yeah gimana enggak orang mamah sms

“nak, mamah ke laboratorium sekarang, doakan mamah ya hiks L
“nak, mamah disuruh puasa dulu, padahal dari kemarin udah sedikit banged makannya, masa disuruh puasa lagi?” à nah ECM lagi
“nak , mamah lemes banged ni padahal belum selesai puasanya. Hiks L

Yah walopun saya agak lebaiy sedikit menggambarkan smiley merengut di sana hahaha karena jujur mamah saya itu ga pinter bikin ikon ikon gitu.Tapi kurang lebih seperti itu laaah hehe J

Dan hasilpun ditunggu selama 3 hari. 3 hari itu kami sekeluarga tidak ada henti-hentinya memohon bahwa semuanya baik-baik saja, diagnosis awal itu terbantah, atau malah mungkin memohon bangun dari semua ini, tau-tau bangun aja gitu dan ohhh sukurlah semua ini Cuma mimpi hahahaha J

Tiga hari pun berlalu..

Yeah masih saja diawali dengan
“nak, doakan mamah ya L

Tapi syukurlah, semua pemeriksaan menyatakan negative untuk DM, Alhamdulillaaaaah

Dan hari itu pun di akhiri
 nak, mamah lagi minum teh botol ni, nikmatnya sehat itu J
Ehhh ketinggalan… masih ada lanjutannya
nak, mamah ga mau pergi ke dokter itu lagi, udah bikin mamah setres selama 2 minggu ini, mamah ga makan manis manis, mamah lemes, ahhh alatnya salah semua tu…” à
Yah itu PR bagi saya…, “dokter juga manusia mah…”


maka dari itu jadilah dokter keluarga yang sholeh dan sholehah *ceile UMY banged


Tidak ada komentar:

Posting Komentar