Rabu, 17 Oktober 2012

saya dan dua puluh tiga

Dua puluh tiga september dua ribu dua belas tepat saya berusia dua puluh tiga tahun. Facebook reminder sengaja saya nonaktifkan karena tak ingin rasanya semua orang tahu jikalau saya berulangtahun hari itu. Yah dua puluh tiga tahun membawa saya kepada sebuah introspeksi diri sendiri tentang apa yang sudah dilakukan, apa yang harus diperbaiki, dan apa yang menjadi sebuah masa depan.

Di dua puluh tiga tahun ini saya masih saja sendiri. Bedanya saya lebih stabil dan jelas maksud dan tujuan hidup ini. Saya tidak lagi ingin menye menye, meski hasrat ingin menghedon tiada habisnya. Hanya saja seringkali hasrat itu kepentok tempat hedon yang sebatas happy puppy, spesial sambal, dan lapangan pancasila di kota hati beriman ini. 

Di dua puluh tiga ini saya masih berstatus koass. Yang setiap pagi follow up pasien, menanyakan keluhan, memeriksa, merencanakan terapi, dan siap dengan segala jenis pertanyaan yang dilontarkan para konsulen kami tentunya segala bentuk tugas yang menyertai kekurangan kapasitas otak kami saat kurang tepat menjawab pertanyaan konsulen. 

Di dua puluh tiga ini saya memaknai hidup sebagai pengabdian kepada yang Maha Memiliki Hidup. Pembaktian kepada yang wajib disayangi dihormati, ibu ibu ibu bapak. Perhatian kepada kakak, adik, kakak ipar, dan keponakan. Pengabdian terhadap jiwa manusia yang melalui ilmu dan skill seorang calon dokter, Allah ingin selamatkan.

Di dua puluh tiga ini, semakin sulit mencari waktu untuk sekedar menanyakan mamah masak apa hari ini dan segala remeh temeh canda antara anak dan ibu bapak dan keluarganya. Pagi buta memulai hari dan dini hari mengakhiri hari. Waktu pun saya curi-curi untuk sekedar absen kepada mereka yang dalam doa setelah lima waktunya menyebut nama saya. keselamatan saya. kesehatan saya. segalanya tentang kebaikan dan kemudahan dalam hidup saya.

dua puluh tiga, mengingatkan akan 19 hari lalu kepada seorang teman baik, sahabat dekat yang saya ajak berbagi milkshake chocolate special di waroeng steak dan bertanya akan rencana saya dalam waktu dekat ini.

Di dua puluh tiga ini, saya bukan lagi yang menye menye tentang mengejar cinta seseorang. Merebut hati seseorang. Sibuk menarik seseorang. Bukan. Karena bagi saya, saya tidak butuh orang yang saya kejar mati-matian untuk dijadikan teman seumur hidup. Pasangan bukan lagi orang yang cukup untuk diajak have fun dan hang out. Tapi saya mencari seseorang yang dapat menjadi seorang teman seumur hidup. 

Teman tidak dicari melalui sebuah pendekatan luar biasa gencar dengan segala topeng kebaikan yang saya paksakan untuk dapat tampil sebaik mungkin sesempurna mungkin di hadapannya. Teman bukanlah orang yang saya tipu untuk dapat saya rebut hatinya. Bukan.

Teman yang saya cari adalah seorang mukmin. Dia orang yang mau mengerti saya dan dapat saya mengerti tanpa paksaan, ikhlas. Teman hidup yang saya cari harus bisa menjadi teladan yang baik bagi saya dan anak-anak kami nantinya. Teman hidup adalah orang yang dapat saya terima pendapatnya dan saya laksanakan selama itu tidak melanggar syariat. Teman hidup adalah orang yang dapat saya turuti dan mendapatkan surga darinya, karena saya menjadi tanggungjawabnya bukan lagi tanggungjawab orangtua saya. Dia menafkahi kami dengan nafkah yang halal dan dia harus dapat mengerti bahwa saya juga memiliki janji, sumpah sebagai seorang yang mengabdi kepada umat.

Selebihnya cara kami bertemu saya tidak mempermasalahkan. Hanya saja cara kami saling mengenal yang saya tidak ingin melalui sebuah hubungan yang tidak berkah, tidak diridhoi Allah. Hanya saja akan lebih terasa afdol jika saya mengenalnya sendiri, dipilihnya sendiri tapi dengan cara yang baik. :)

Menikah adalah rencana paling dekat saya setelah saya menyelesaikan studi yang panjangnya luar biasa ini. Paling lambat adalah setelah internship dan paling cepat adalah setelah koass selesai. Jadi impian foto bersama suami saat sumpah dokter bisa kesampaian hahaha :))

Setelah lulus ini saya ingin bekerja di sebuah rumah sakit yang menghargai dokter umum, dan jikalau ada seperti yang diceritakan konsulen saya, dokter umum yang dispesialiskan di UGD. Selain mendapatkan banyak pengalaman, banyak ilmu, rekomendasi untuk masuk PPDS. Sukur-sukur disekolahkan. hahaha doanya dokter pas-pasan bukan dari keluarga dokter pula. :)

Menikah kemudian memiliki anak satu atau dua setelah itu bisa sekolah lagi adalah rencana saya. Maksimal umur 30 tahun saya harus sudah sekolah lagi, takut keburu males dan ketuaan. Malu jikalau residen lebih tua daripada konsulenya. :D

Dulu saya ingin mengambil beasiswa entah kemana itu ke luar negeri untuk S2 ternyata saat ini PPDS sudah mencakup S2 alias double degree Alhamdulillah ga buang buang waktu deh ya. :)

PPDS apa saya masih menimang-nimang. spesialis yang cukup santai tidak terlalu emergensi sehingga saya masih dapat bersama keluarga. Buat apa harta banyak tapi tidak cukup waktu bersama keluarga? Hidup tidak terasa nikmat. 

Bismillah saja semoga memang benar kata teman saya, kita tunggu 1 tahun 9 bulan lagi ya.. semoga saya sudah bertemu dengan mas jodoh dan rencana saya dapat terwujud. Semoga Allah meridhoi.